Di tengah-tengah arus modernisasi yang kerap kali menjadi oposisi biner dari entitas kearifal lokal masyarakat dan budaya suatu bangsa, muncul permasalahan surplus informasi yang secara perlahan mendorong pergeseran otentisitas nilai-nilai dalam masyarakat. Hal tersebut diakibatkan perkembangan medium digital yang demikian derasnya masuk ke semua lini kehidupan masyarakat. Ketergantungan digital yang diformat sedemikian rupa sebagai internet of things yang memungkinkan konektivitas dapat tercipta di setiap sendi kehidupan dan dapat diakses oleh semua golongan.
Segala bentuk kemudahan futuristik dari akses informasi yang ditawarkan, ternyata juga menciptakan suatu dampak kronis dalam masyarakat. Salah satunya yaitu adanya aktivitas penetrasi informasi yang membonceng beragam pemikiran radikal dan negatif, yang berpotensi merusak tenunan kebangsaan serta keberagaman suatu bangsa. Menipisnya daya apresiasi kearifan lokal tentunya juga disebabkan oleh adanya ‘tsunami informasi’ yang dapat mencerminkan dekadensi nalar-etis. Sebagai bentuk ekspresi keprihatinan, maka diperlukan strategi untuk memberikan penguatan resiliensi sosial. Upaya ini diperlukan dalam menempatkan kearifan lokal sebagai aset penting yang wajib diapresiasi, baik dalam bentuk penghormatan maupun pelestarian dari entitas kebudayaan dan kearifan lokal suatu bangsa.
Di dalam buku ini dimuat berbagai tulisan yang menyelami isu-isu penguatan nilai-nilai kearifan lokal di era surplus informasi, yang diangkat berdasarkan perspektif sejarah, sosiologi, dan perpustakaan. Tulisan-tulisan tersebut merupakan buah pikiran dari akademisi dan praktisi di bidang sosial dan budaya dari berbagai universitas di Indonesia.